Berbeda dengan penerapan teknologi
informasi di kebanyakan organisasiswasta yang sudah menggunakan konsep
e-commerce secara
ekstensif, penerapankonsep e-government
dalam
organisasi publik di Indonesia masih tertinggal. Kendalayang dihadapi dalam
organisasi publik bukan semata-mata ketersediaan teknologi ataudana, tetapi
juga menyangkut berbagai persoalan politis dan manajerial yang sangatbanyak dan
memerlukan upaya pemecahan masalah yang begitu kompleks. Komitmenpimpinan
organisasi dan lemahnya sumberdaya manusia, misalnya, merupakan duafaktor
penting yang sering menjadi kendala pengembangan
e-government
. Tetapi
didalam praktik, ada banyak masalah yang harus diselesaikan sebelum
teknologiinformasi itu benar-benar dapat dimanfaatkan dalam organisasi
publik.Tulisan ini bermaksud menelaah praktik-praktik penerapan
e-government
dalamorganisasi
Pemerintah Daerah dengan mengambil dua kasus, yaitu sistem tanggapanatas keluhan
publik yang diterapkan di Pemda kota Jogjakarta dan sistem pengadaanbarang dan
jasa berbasis elektronik yang diterapkan di Pemda kota Surabaya. Keduakasus ini
mungkin bukan merupakan kelompok
best practice
dalam
penerapan
e-government
di Indonesia,
tetapi setidaknya telah mewakili upaya yang serius darikepemimpinan di daerah
untuk memanfaatkan teknologi informasi secara optimal.Manfaat penting yang
dapat diperoleh dengan penerapan teknologi informasi adalahmeningkatnya
transparansi pelayanan publik yang menunjang kepercayaan masyarakatterhadap
organisasi publik. Telaah dimaksudkan untuk mengungkapkan berbagaipersoalan
politis, persoalan manajerial maupun teknis yang dihadapi untuk menerapkan
e-government
dan
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.
Pembahasan
Teoretis tentang E-Government dan Transparansi Pelayanan Publik
Diantara para
pakar administrasi negara, sebenarnya belum terdapatkesepakatan mengenai
definisi
e-government
. Selain
karena konsep dan praktiknyamasih termasuk hal yang baru, belum banyak penulis
dari disiplin ilmu administrasinegara yang mempunyai perhatian serius terhadap
pengembangan e-government.Berbeda dengan konsep e-commerce yang sudah banyak
dibahas dan diaplikasikandalam dunia bisnis, konsep dan penerapan e-government
di Indonesia relatif terlambatperkembangannya. Salah satu definisi e-government
dalam khazanah internasionalyang cukup banyak dirujuk adalah yang berasal dari
publikasi Bank Dunia, yangmendefinisikan e-government sebagai berikut:
E-government refers to the use by
government agencies of informationtechnologies (such as Wide Area Network, the
Internet, and mobilecomputing) that have the ability to transform relations
with citizens,businesses, and other arms of government.
Definisi sangat
umum ini pada dasarnya merujuk penggunaan teknologiinformasi pada lembaga
pemerintah atau lembaga publik. Tujuannya adalah agar hubungan-hubungan
tata-pemerintahan (
governance
) antara
pemerintah, swasta, danmasyarakat dapat tercipta sedemikian rupa sehingga lebih
efisien, efektif, dan produkti
Ketentuan
bahwa yang terlibat di dalam e-government semestinya adalah semuacabang
pemerintahan (
arms of government
) mengandaikan
bahwa e-government dapatditerapkan di lembaga eksekutif, legislatif maupun
judikatif.Penggunaan teknologi informasi dalam organisasi publik bertujuan
agar efektivitas, efisiensi atau kinerja organisasi secara keseluruhan
dapat ditingkatkan.Betapapun teknologi informasi memang sangat menunjang untuk
melakukanpengolahan data, terutama data yang bersifat iteratif, rutin dan dapat
diotomasikandengan menggunakan perangkat komputer. Dalam interaksi antara
pemerintah denganswasta dan masyarakat sebagai pengguna layanan, teknologi
informasi juga akanmembantu mengurangi biaya administrasi, relasi, dan
interaksi untuk mekanismepelayanan publik sehari-hari. Tentu saja, peluang bagi
pemerintah untuk mendapatkansumber-sumber pendapatan baru dari interaksi
tersebut, misalnya dalam pelayananperpajakan, akan sangat terbantu dengan
digunakannya teknologi informasi. Yang tidakkalah penting ialah bahwa
e-government secara keseluruhan akan dapat meningkatkantransparansi, kontrol
dan akuntabilitas para penyelenggara pemerintahan sertamenciptakan lingkungan
tata-pemerintahan baru yang mampu menjawab berbagaipermasalahan yang dihadapi
sebagai akibat dari kecenderungan perubahan global.Melalui e-government,
masyarakat juga akan semakin mudah berinteraksi dengansatuan-satuan dalam
pemerintahan sehingga tercipta mekanisme kebijakan danpelayanan publik yang
terbuka dan demokratis. Tampak bahwa konsep pengembangane-government sangat
erat kaitannya dengan konsep keterbukaan atau transparansi.Sebelum membahas
tentang hubungan antara e-government dengantransparansi, perlu dijelaskan makna
dari transparansi itu sendiri. Istilah transparansi(
transparency
) yang banyak
digunakan dalam diskusi dalam khazanah ilmu sosial-politiksebenarnya diadopsi
dari ilmu fisika. Sebuah objek disebut transparan apabila dari objektersebut
seseorang dapat melihat atau mengamati benda atau objek lainnya. Pengertianini
di dalam ilmu sosial-politik atau khususnya ilmu kebijakan publik kemudian
berartibahwa masyarakat secara umum (
civil society
) dapat
mengetahui atau memperolehakses terhadap semua informasi mengenai tindakan yang
diambil oleh para perumuskebijakan. Pelayanan publik disebut transparan apabila
semua informasi yang relevantentang sistem, prosedur, mekanisme serta hak dan
kewajiban yang menyangkutpelayanan dapat diperoleh secara bebas dan wajar oleh
semua orang.Pada umumnya transparansi menyangkut masalah keterbukaan
informasi,sesuatu yang cenderung bersifat timpang di dalam masyarakat. Dalam
hal ini informasiitu sendiri dapat dirumuskan sebagai “
resources of knowledge and
competence that canbe used by individuals for enhancing their economic welfare,
political power, or socialstatus”
(Kristiansen,
2006). Di dalam masyarakat yang diperintah secara otoriter,transparansi
cenderung diabaikan atau dengan sengaja dihambat oleh pihak penguasa.Indonesia
yang baru saja terbebas dari cengkeraman rejim otoriter Orde Baru tentunyamasih
harus belajar banyak untuk mengedepankan prinsip transparansi secara
benar.Betapapun, banyak bukti yang menunjukkan bahwa ketimpangan informasi
sebagaisumberdaya yang sangat penting di abad-21 terkadang mengakibatkan
ketimpangankemakmuran dan kesejahteraan dalam masyarakat.Kurangnya transparansi
akan mengakibatkan ketimpangan informasi. Logika ini juga didukung oleh teori-teori modern yang dikemukakan
oleh para pakar ekonomi.Sebagai contoh,
Joseph Stiglitz, seorang pakar pemenang hadiah Nobel ekonomipernah
mengungkapkan bukti-bukti empiris bahwa peningkatan kemakmuranmasyarakat tidak
hanya perlu ditunjang oleh sumberdaya yang berupa modal dan
2
teknologi,
tetapi juga informasi. Menurut Stiglitz (2005), kerugian ekonomi (
economiclosses
) dalam
masyarakat dapat disebabkan oleh informasi yang asimetris atauinformasi yang
kurang sempurna. Dengan demikian, informasi semestinya juga harusdiperlakukan
sama pentingnya dengan uang, aset, modal atau sumberdaya lainnya.Selanjutnya,
dari aspek politik atau administratif, makna transparansi akanmenunjang empat
hal yang mendasar (Kristiansen, 2006), yaitu: 1) meningkatnyatanggungjawab para
perumus kebijakan terhadap rakyat sehingga kontrol terhadap parapolitisi dan
birokrat akan berjalan lebih efektif; 2) memungkinkan berfungsinya sistemkawal
dan imbang (
checks and balances
) sehingga
mencegah adanya monopolikekuasaan oleh para birokrat; 3) mengurangi banyaknya
kasus korupsi; dan 4)meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Tampak bahwa salahsatu implikasi penting dari transparansi ialah
peluang untuk meningkatkan efisiensidalam pelaksanaan pelayanan publik. Di
dalam praktik akan terlihat bahwa sistem danprosedur pelayanan publik yang
transparan akan meningkatkan komitmen para birokratdan selanjutnya akan
memperbaiki kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.Dalam perkembangan
e-government di Indonesia, dukungan pemerintahsebenarnya baru mulai tampak pada
periode awal tahun 1990-an meskipun lembaga-lembaga yang berkompeten bagi pengembangan
sistem informasi dalam organisasipublik sebenarnya sudah ada pada beberapa
dasawarsa sebelumnya. Terkait denganpengembangan e-government, pemerintah telah
mengeluarkan Inpres No.3 tahun 2003mengenai Strategi Pengembangan E-government.
Dalam peraturan ini strategi pokokpemerintah dapat diuraikan sebagai berikut:1.
Pengembangan sistem pelayanan yang andal dan terpercaya serta terjangkauoleh
masyarakat luas2. Penataan sistem manajemen dan proses kerja pemerintah pusat dan
pemerintahdaerah secara holistik3. Pemanfaatan teknologi informasi secara optimal4.
Peningkatan peran-serta dunia usaha dan pengembangan industritelekomunikasi dan
teknologi informasi5. Pengembangan sumberdaya manusia di pemerintahan dan
peningkatan
e-literacy
masyarakat6.
Pelaksanaan pengembangan secara sistematis melalui tahapan yang realistisdan
terukur.Dengan rumusan rencana pengembangan e-government yang masih
abstraktersebut, tampaknya masih banyak perbedaan pemahaman diantara para
pejabatpemerintah sendiri. Rencana-rencana umum terkadang tidak disertai dengan
rumusanrencana teknis yang jelas. Ini berbeda dengan penerapan e-commerce yang
biasanyasudah disertai dengan rencana pengembangan teknis yang jelas, dalam
jangka pendekmaupun jangka panjang. Tetapi kurang jelasnya konsep e-government
itu dapatdimaklumi karena cakupan tugas-tugas pemerintah yang sangat luas
dengan kebutuhandi masing-masing daerah yang beragam.Dalam pandangan umum,
e-government sejauh ini masih dipahami sebatassebagai pembuatan situs web oleh
organisasi pemerintah. Belum banyak yangmemahami secara luas bahwa tahap-tahap
perkembangan pemanfaatan teknologiinformasi dalam organisasi publik itu bisa
berbeda-beda mengikuti tuntutan kebutuhanmasyarakat yang semakin beragam.
Secara umum, tahap pengembangan itu dapatdibagi menjadi tiga, yaitu: 1) tahap
informatif, 2) tahap interaktif, dan 3) tahap transaktif.Tahap informatif
mengandung arti bahwa pembukaan situs web oleh organisasipemerintah sebatas
digunakan sebagai sarana penyampaian informasi tentang kegiatan
3
pemerintahan
di luar media elektronik maupun non-elektronik yang selama ini ada.Tahap
interaktif berarti penggunaan teknologi internet yang memungkinkan kontakantara
pemerintah dan masyarakat melalui situs web dapat dilakukan secara on
linesehingga memungkinkan interaksi yang lebih intensif dan terbuka. Sedangkan
tahaptransaktif adalah penggunaan teknologi internet yang memungkinkan
transaksipelayanan publik melalui situs web. Misalnya, kemungkinan untuk
membayar pajak,melakukan permintaan formulir, atau transaksi lainnya melalui
internet.Namun di luar pembahasan tentang tahapan-tahapan pengembangan
e-government ini masih banyak pakar yang menunjukkan rumusan yang
berlainan.Sebagai contoh, banyak pakar yang mengutip rumusan tahap-tahap
e-government dari ASPA (
American Society for Public
Administration
) sebagai
berikut:1.
Emerging
: tahap di
mana pemerintah hanya menampilkan websitesebagai sumber informasi
alternatif 2.
Enhanced
: sudah ada
peningkatan dalam informasi yang ditampilkansehingga website menjadi lebih
dinamis3.
Interactive
: ada
fasilitas untuk mengunduh (men-
download
) formulir,interaksi melalui e-mail, dan menyediakan fitur bagi pengguna (
user
)untuk
berinteraksi.
4. Transactional
: pengguna
dapat berinteraksi secara on line melaluifasilitas
o
nline payment.
5.
Seamless
: integrasi
penuh layanan publik secara
online
.Dalam
praktik pengembangan e-government dalam organisasi pemerintahandaerah
Indonesia, tahapan perkembangan yang terjadi memang masih berbeda-beda. Ada
daerah yang masih sangat ketinggalan dalam hal penggunaan teknologi informasi,bahkan ada yang hingga sekarang belum memiliki
situs web. Tetapi di lain pihak adayang sudah cukup maju sehingga mengarah
kepada sistem e-government yang bersifat
transactional
, memungkinkan
transaksi secara langsung dengan pemerintah sehinggamirip dengan konsep
e-commerce dalam organisasi swasta. Pembahasan berikutnyaakan difokuskan pada
praktik pengembangan e-government sesuai dengan studi kasus,yaitu pengembangan
informasi interaktif di Pemerintah Kota Jogjakarta, dan sistempengadaan
barang/jasa di Pemerintah Kota Surabaya.